Palembang, Pelita Sumsel – Tampaknya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan, menjadi pelajaran tersendiri untuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel), pasalnya pada tahun 2015 lalu tercatat sekitar 736 ribu hektar lebih hutan rusak hangus terbakar. Itulah mengapa hal ini menjadi pusat perhatian semua pihak terutama Gubernur Sumatera Selatan H. Alex Noerdin untuk sedini mungkin melakukan persiapan mencegah kebakaran hutan dan lahan, mengingat diperkirakan 2017 panas lebih panjang dan lebih lama. (ril)
Seperti dalam hal ini Gubernur Sumsel pimpin langsung Rapat Koordinasi (Rakor) khusus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutlah), didampingi oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Agung Hardjono dan Asdep 4/V Kamtibmas Kemenko Polhukam Drs. Bambang Sugeng, SH, MH. Rapat ini juga dihadiri 8 Bupati dari masing-masing kabupaten siaga darurat karhutlah, antara lain Ogan Komering Ilir, Banyuasin, Musi Banyasin, Musi rawas, Muara Enim, Pali, Musi Rawas Utara dan Ogan Ilir. Jum’at (28/04)
Di Griya Agung, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Agung Hardjono nyatakan bangga atas pemaparan dari masing-masing Bupati terhadap langkah-langkah yang dihadapi untuk cegah sedini mungkin karhutlah. Ia memberikan apresiasi kinerja Pemprov Sumsel dalam sedini mungkin mempersiapkan pencegahan karhutlah, dengan menjadikan Sumsel sebagai role model persiapan dini mencegah karhutlah.
“Sumsel akan kita jadikan role model untuk provinsi lain, sesuai peran dari Gubernur Sumsel dimana pencegahan dan penanganan karhutlah di Sumsel itu sudah dipersiapakan dengan matang, seperti ada masyarakat peduli api, pemetaan daerah rawan karhutlah, sehingga menggerakan semua komponen sampai kedesa, Pencegahan yang melibatkan banyak pihak ini tentunya akan lebih meringkan beban karena dipikul bersama-sama semua pihak,” Tegasnya
Dikatakanya pula dalam hal penanganan karhutlah memang memerlukan hal yang sistemik, sebab terjadinya karhutlah juga disebabkan hal-hal yang sistemik.
“Karhutlah sangat sistemik karena biasanya hal isu yang sistemik ini juga memerlukan penanganan yang sistemik pula. Dengan memakai komponen cuaca, kemudian penguatan pertanggungjawaban sampai ke desa, keberadaan tim patroli secara rutin ke daerah rawan karhutlah jadi unsur yang sangat penting sekali sehingga potensi-potensi karhutlah bisa cepat ditangani,” tuturnya
Dalam kesempatan ini juga Gubernur Sumsel H. Alex Noerdin mengatakan, kebakaran hutan dan lahan memang menjadi mimpi buruk tidak saja Sumsel tapi Indonesia, sebab di tahun 2015 lalu sembilan provinsi terjadi kebakaran hutan dan lahan, salah satuny Sumsel terbesar hutan lahan hangus dan rusak terbakar. Namun 2016 lalu Gubernur bertekat tidak ada kebakaran lagi, dengan membentuk satuan tugas kebakaran hutan dan lahan (Satgas Karhutla) terbaik di Indonesia dan terbukti 2016 tidak ada kebakaran di Sumsel. Akan tetapi diperkirakan 2017 terjadi kemarau lebih panjang kemarau lebih kering, tentunya ini yang menjadi permasalahan.
“Impian kita 3-4 tahun lagi tidak ada lagi rakor seperti ini, karena dengan sendirinya masing-masing daerah dipimpin oleh Bupati masing-masing di koordinir oleh Gubernur, semua program berjalan dengan baik masyarakat,rakyat membantu mencegah kebakaran sejak dini, mari kita tekatkan bersama dan Insha Allah bisa. Kuncinya antara lain adalah masyarakat,” harapnya
Lanjutnya, untuk tidak membuka lahan dengan membakar tidak cukup hanya dengan sosialisasi dan maklumat saja, sebab. Karhutlah tetap saja bisa terjadi kalau tidak ada kompensasi. Dikatakan Alex, Dinas pertanian Provinsi Sumsel telah membagikan 2.725 hand traktor dan 729 pompa air kepada petani di 17 kabupaten/kota ,untuk membuka lahan tanpa membakar.
“Jadi tidak boleh melarang tanpa memberikan solusi,” tegas Alex
Sekedar informasi pula, Alex menambahkan Sumsel juga akan menjadi tuan rumah Asia Pacific High Level Meeting Bonn Chalengge Landscape Restoration yang mendatangakan 45 negara, pada tanggal 9-10 Mei 2017 mendatang.
Kegiatan Asian Bonn Challenge ditujukan untuk melihat sejauh mana perkembangan pemulihan hutan dan lahan gambut yang ada di Sumsel. Konsep kemitraan pengelolaan bentang alam/ekoregion (KPE). Upaya untuk menjalin kemitraan multi aktor P4 (Public private people partnership) untuk mengelola berbagai aktifitas dalam suatu bentang alam, secara terpadu, lintas sektor (kehutanan, perkebunan, pertanian) dan lintas wilayah administratif (Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, Pulau/region) dalam kerangka green growth (protection dan production). Tujuannya untuk melestarikan lingkungan, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
“736.000 hektar lebih yang rusak di tahun 2016 itu harus direstorasi dan direhablitasi. Dan tidak mungkin menggunakan dana APBD juga APBN oleh sebabnya Sumsel minta kepada pihak ketiga. Didukung oleh Inggris, Norwegia, Belanda, Jerman Badan Restorasi Gambut, mendapat 11 titik berkisar 400 ribu hektar lahan untuk direstorasi dan direhablitasi,” tutup Alex. (ril)